Vaksinasi Massal Tahap II Dipantau Ketua Satgas
Ambon,MarinyoNews.Com,- Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, Kasrul Selang memantau pelaksanaan vaksinasi massal Covid-19 tahap II, yang dipusatkan di Fakultas MIPA Unpatti Ambon, Rabu, (7/4/2021). Saat memantau pelaksanaan vaksinasi yang diselenggarakan Satgas Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Kasrul didampingi Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy dan Rektor Unpatti Ambon, M. J. Sapteno.
Vaksinasi massal ini melibatkan puluhan tenaga kesehatan dari Dinkes Kota Ambon.Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy mengatakan, Vaksinasi yang dilakukan ini untuk ketiga kalinya oleh pihak Satgas Kota Ambon yang diaksanakan di Unpatti Ambon. Dijelaskannya, vaksin pertama untuk para dosen. Kedua untuk boster dan yang ketiga untuk sebagian dari para dosen yang belum melakukan vaksinasi dan sisa dari guru.
Terdiri dari TK, PAUD, SD dan SMP yang belum melakukan boster atau suntikan vaksin kedua. Para guru yang baru pertama kali dilakukan vaksinasi serta para pegawai Pemkot Ambon yang melakukan suntikan kedua."Direncanakan, peserta vaksinasi dari kalangan guru berjumlah kurang lebih dua ribuan. Sementara yang telah tervaksin, kurang lebih 400 orang," ungkap Wendy.
Sejak dilakukan vaksinasi pertama sebut Wendy, pihaknya juga memprioritaskan kelompok Lansia.Disebutkan, jumlah Lansia di Kota Ambon kurang lebih 22 ribu jiwa.Dan Kota Ambon masuk dalam 20 kota di Indonesia dengan jumlah Lansia tertinggi. "Untuk luar Pulau Jawa itu, selain Kota Denpasar, Kota Klungkung, Bulungan, Kota Ambon sudah masuk dengan capaian target diatas 25 persen dari sekitar 300-400-an kabupaten/kota lainnya yang masih dibawah 25 persen," jelas Wendy.
Berkaitan dengan target, sebut Wendy, untuk vaksinasi tahap II sebanyak 72 ribu orang.Dimana, untuk tahap I yaitu Tenaga Kesehatan (Nakes) sebanyak 22.553 orang. Kemudian Lansia dan pelayanan publik sebanyak 50 ribu orang.Sementara itu, menyangkut kondisi seseorang agar bisa divaksin? dr. Hasni Arusad. Mars menyatakan, kondisinya harus stabil dan sehat. Dia mencontohkan, jika ada peserta vaksin yang memiliki penyakit Jantung, maka petugas kesehatan akan menanyakan riwayatnya. Andai saat mengikuti vaksinasi kondisi badannya stabil, maka bisa divaksin.
"Penah saya punya peserta vaksin yang memiliki penyakit jantung dan telah di pasang ring. Untuk bisa vaksin kita memberikan obat untuk di minum yang gunanya mencegah terjadinya gangguan pembekuan darah. Kita vaksin dan aman sampai kemarin. Vaksin kedua juga aman," tuturnya. Contoh lainnya, sebut Hasni, dirinya pernah menangani peserta yang memiliki riwayat asma.
"Yang terpenting saat divaksin asmanya tidak kambuh dan kondisinya stabil tetap bisa divaksin.Jadi yang terpenting adalah sehat dan stabil, itu bisa divaksin," kata dokter lagi. Selain memiliki riwayat penyakit jantung dan asma, dalam kondisi apa lagi seseorang bisa divaksin? Dokter menjelaskan, jika peserta sedang mengalami batuk pilek dan panas. Tenaga medis akan melihat riwayat panas dan pileknya peserta tersebut seperti apa?
Apakah dalam dua minggu terakhir, peserta pernah berhubungan kontak dengan pasien Covid-19 atau pasien yang gejala riwayat penyakitnya mengarah ke Covid-19? "Andai batuk pileknya ini hanya ringan, itu masih bisa divaksin. Tergantung dari hasil tensinya. Dari suhu tubuhnya sudah bisa diketahui peserta tersebut bisa divaksin atau tidak," jelasnya. Mengenai hipertensi, dr. Hasni mengaku pihaknya mempunyai patokan. Patokan Hipertensi untuk Vaksin Sinovac, yakni 180/110.
Andai peserta tidak pernah memiliki riwayat darah tinggi namun saat mau divaksin, darahnya tinggi. Nakes menyarankan agar perserta istrahat selama 15 menit. Peserta akan dievaluasi kembali sembari melihat tekanan darahnya. "Jika tekanan darahnya telah turun, berarti sudah aman untuk divaksin. Jadi batasannya 180/110," jelas dokter. Ketika ditanya, jika setelah disuntik vaksin, lalu
pasien merasa pusing atau gejala lainnya, Hasni mengatakan, dapat mendatangi RSUP dr. Leimena dan RSUD Haulussy Ambon. "Ketika ada kejadian, kita akan melaporkan ke Pokja KIPI, dimana tergabung para dokter spesialis yang akan membahas masalah. Ketika ke rumah sakit, masyarakat tidak perlu membayar dan itu gratis," tutup dokter. (MN-02).
Belum Ada Komentar